PERILAKU PROSOSIAL
Makalah
Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Sosial
Dosen
Pengampu: Dra. Hj. Erni Hestiningrum, M.A.
Kelas
BK A Semester III
Disusun
oleh:
Laili Ni’amah 1300001034
Program
Studi Bimbingan dan Konseling
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Ahmad Dahlan
Yogyakarta
2014
KATA PENGANTAR
Lantunan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kita dapat membaca makalah ini, untuk
kemudian dikaji dalam kehidupan sehari-hari para pembaca. Sholawat dan salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah SAW dan keluarganya serta para
sahabatnya, yang senantiasa memberikan teladan bagi kaum muslim lainnya.
Bimbingan dan Konseling Sosial merupakan salah satu mata kuliah wajib
yang ada di Program Studi Bimbingan dan Konseling. Salah satu pembahasan
didalamnya adalah tentang Prososial. Maka disajikan dalam makalah ini yang berjudul, “ Perilaku
Prososial.”
Penulis mengajak pembaca untuk lebih menyadari tentang pentingnya memiliki sikap Prososial dimasyarakat, sehingga kelak akan tercipta masyarakat yang damai, sejahtera, serta
memiliki sifat kekeluargaan yang tinggi. Dan sikap prososial ini dapat
ditanamkan sejak dini.
Akhirnya, setelah melalui jalan yang
panjang dan berliku, kini dapat terlesaikan pembuatan makalah ini, semoga
bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 9
Oktober 2014
Penulis.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
SMA Kristen Ketapang I Berbagi Kasih di Pusat Rehabilitasi Anak
Citizen6,
Jakarta Rabu, 11 Juni 2014, Sekolah SMA Kristen Ketapang I–Jakarta
mengadakan sebuah kegiatan aksi sosial ke Sekolah dan Pusat Rehabilitasi Anak
Cacat Yayasan Bhakti Luhur yang berada di Jl. RE Martadinata No.50 B, Ciputat
Tangerang Selatan - Banten.
Yayasan
Bhakti Luhur merupakan sebuah yayasan swasta yang bergerak dalam bidang sosial,
yang menangani dan melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari anak-anak pada
umumnya, baik secara fisik, psikis maupun mental, keterbelakangan, yatim piatu,
miskin, dan terlantar. Para pengurus yayasan ini diantaranya para suster
dibantu oleh guru dan perawat sosial yang terpanggil untuk melaksanakan tugas
mulia ini. Ada empat bentuk pelayanan yang diberikan oleh yayasan, yaitu
rehabilitasi berdasarkan institusi, rehabilitasi bersumberdaya masyarakat,
pelatihan kerja, dan pendidikan SLB.
Setibanya di
yayasan Bhakti Luhur, Beberapa siswa beserta guru SMA Kristen Ketapang I
disambut oleh sekitar 50 anak berkebutuhan khusus yang sudah menanti kehadiran
mereka. Melihat antusias dan sukacita anak-anak berkebutuhan khusus disana,
mereka mengajak anak-anak untuk berkumpul, menghibur, mengajak bermain,
bernyanyi dan menari bersama. Tak hanya siswa SMA Kristen Ketapang I yang
berbagi kasih, ternyata beberapa anak berkebutuhan khusus disana juga
mempersembahkan bakat yang dimiliki, berupa sebuah nyanyian dan permainan alat
musik.
Setelah itu,
siswa memiliki kesempatan untuk menemani dan mendampingi anak-anak saat jam
makan siang. Para siswa dapat berbagi cerita dan pengalaman saat bersama dengan
anak-anak. Suasana ceria dan riang pun terpancar dari wajah anak-anak disana.
Selain berbagi kasih dan sukacita dengan anak-anak, Sekolah SMA Kristen
Ketapang I juga memberikan bantuan berupa sembako serta donasi yang telah dikumpulkan
oleh siswa-siswa SMA Kristen Ketapang I.
Setiap akhir
tahun ajaran, Sekolah SMA Kristen Ketapang I selalu mengadakan aksi sosial.
Namun, selain untuk kegiatan amal, ada pelajaran yang bisa dipetik dari
kegiatan ini, dimana para siswa bisa belajar berbagi kasih dan peduli dengan
sesama serta menambah pengalaman yang berkesan dimasa remaja mereka.
(Sumber:
Liputan6.com, 12 Jun 2014 09:45 WIB)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan:
1.
Apa pengertian
perilaku prososial?
2.
Apa saja sumber prilaku
prososial?
3.
Apa saja Faktor –
faktor yang
mempengaruhi tingkah laku prososial?
4.
Apa saja aspek – aspek
prososial?
5.
Bagaimana implikasi perkembangan tingkah laku sosial dengan
konseling?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian perilaku prososial.
2.
Untuk
mengetahui Sumber prilaku prososial.
3.
Untuk
mengetahui Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkah laku prososial
4.
Untuk
mengetahui Aspek – aspek
prososial.
5.
Untuk
mengetahui Implikasi perkembangan tingkah laku sosial dengan
konseling.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PERILAKU PROSOSIAL
Perilaku prososial dapat diartikan tindakan yang menguntungkan orang lain
tetapi tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi orang yang melakukan
tindakan tersebut. Perilaku prososial kadang-kadang dapat melibatkan risiko di
pihak orang yang memberikan bantuan. Istilah-istilah lain, seperti perilaku
menolong, amal kebajikan, dan volunterisme juga digunakan untuk menggambarkan
tentang hal-hal “baik” yang dilakukan orang untuk memberikan bantuan yang
dibutuhkan kepada orang lain.
Tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan
atau membuat kondisi fisik atau psikis orang lain lebih baik, yang di lakukan
atas dasar sukarela tanpa mengharapkan rewards eksternal.
Terdapat beberapa pendapat para
ahli psikologi tentang prilaku prososial, diantaranya :
a. Sears dkk (1992)
Mendefenisikan
bahwa tingkah laku prososial merupakan tingkah laku yang menguntungkan orang
lain. Menurut sears, tingkah laku prososial meliputi segala bentuk
tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa
memperhatikan motif si penolong.
b. Sri Utari Pidada (1982)
Mendefenisikan
bahwa pilaku prososial adalah suatu tingkah laku yang mempunyai suatu akibat
atau konsekuensi positif bagi patner interaksi, selain itu tingkah laku yang
bisa di klasifikasikan sebagai tingkah laku sosial sangat beragam di mulai dari
bentuk yang paling sederhana hingga yang paling luar biasa.
c. Wispe (1981)
Tingkah
laku prososial adalah tingkah laku yang mempunyai konsekuensi sosial positif
yaitu menambah kondisi fisik dan psikis orang lain menjadi lebih baik
d. Brigham (1991) (dalam Dayakisni dan
Hudaniah, 2003: 177)
Menyatakan
bahwa wujud tingkah laku prososial meliputi : murah hati (charity),
persahabatan (friendship), kerja sama (cooperation), menolong (helping),
penyelamatan (rescuing) dll.
e. Bar-Tal (1976)
Tingkah
laku prososial merupakan tingkah laku yang dilakukan secara sukarela,
menguntungkan orang lain tanpa anti sipasi reward eksternal, dan tindakan
prososial ini tidak dilakukan untuk dirinya sendiri.
f. Lead ( 1978 )
Menyatakan
tiga kriteria yang menentukan tingkah laku prososial (altruistic) yaitu:
1) Tindakan yang bertujuan khusus
menguntungkanorang lain tanpa mengharap reward eksternal
2) Tindakan yang dilakukan dengan
sukarela
3) Tindakan yang menghasilkan hal
yang positif
g. Wrightsman dan Deaux (1981)
Mendefinisikan perilaku prososial sebagai perilaku seseorang yang mempunyai konsekuensi sosial
positif yang ditujukan bagi kesejahteraan orang lain secara fisik maupun
psikologis.
Menyatakan bahwa
perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan
penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya.
i.
William (dalam
Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 177)
Membatasi perilaku
prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk
mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik
menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis.
Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tingkah
laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan, yang
ditujukan bagi kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik dan
psikis orang lain menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan
atas dasar sukarela tanpa mengharapkan reward eksternal.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menyatakan bahwa perkembangan perilaku prososial telah dimulai sejak masa
anak-anak. Dengan
bertambahnya usia seorang anak, maka empatinya terhadap orang lain juga akan
semakin berkembang. Dalam psikologi perkembangan juga dikatakan bahwa kemampuan
seorang anak dalam berbagai hal akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
B. SUMBER PRILAKU PROSOSIAL
Masa akhir anak – anak merupakan suatu masa perkembangan dimana anak – anak
mengalami sejumlah perubahan – perubahan yang cepat dan menyiapkan diri untuk
memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa remaja serta bergerak
memasuki masa dewasa. Pada masa ini, mereka mulai sekolah dan kebanyakan anak –
anak sudah mempelajari mengenai sesuatu yang berhubungan dengan manusia, serta
mulai mempelajari berbagai keterampilan praktis. Dunia psikososial anak menjadi
semakin kompleks dan berbeda dengan masa awal anak. Relasi dengan keluarga dan
teman sebaya terus memainkan peranan penting.
Sikap sosial secara umum adalah hubungan antara manusia dengan manusia yang
lain, saling kebergantungan dengan manusia lain dalam berbagai kehidupan
bermasyarakat. Sedang pendapat lain mengatakan interaksi dikalangan manusia;
interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain, hubungan yang menimbulkan
perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan individu dengan sesama manusia,
perasaan hidup bermasyarakat seperti saling tolong menolong, saling memberi dan
menerima, simpati dan antipati, rasa setia kawan, dan sebagainya.
Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2
bagian yaitu:
a) Endosentris
Sumber tingkah laku prososial berasal dari dalam diri seseorang. Sumber endosentris merupakan keinginan untuk
mengubah diri dengan menampilkan self - image. Secara keseluruhan endosentris ini
meningkatkan konsep diri (self - concept), salah satu bentuk konsep diri adalah
self-expectation (harapan diri) yang berbentuk rasa bahagia, kebanggaan, rasa
aman, evaluasi diri yang positif.
Harapan
diri muncul karena seseorang hidup di lingkungan sosial, dimana dalam
lingkungan sosial terdapat norma dan nilai. Norma sosial di peroleh remaja melalui proses
sosialisi yang kemudian di internalisasikan sehingga menjadi bagian dari diri
remaja itu sendiri. Norma
yang di internalisasikan kedalam harapan diri
(self-expectation) terdiri dari:
1) Norms of aiding (norma menolong),
adalah norma sosial untuk menolong orang lain yang membutuhkan.
2) Norm of social responssibility, adalah suatu norma
sosial yang dimana seorang individu menolong orang yang membutuhkan pertolongan
walaupun orang yang ditolong tidak dapat membalas sama sekali.
3) Norm of giving, adalah norma sosial dimana seseorang menolong
dengan sukarela.
4) Norm of justice, adalah suatu norma sosial dimana tingkah laku
menolong didasarioleh norma keadilan yaitu keseimbangan antar memberi dan
menerima.
5) Norm of reciprocity, adalah suatu norma sosial dimana seorang individu
menolong orang lain karena merasa akan mendapat imbalan
6) Norm of equity, adalah suatu norma sosial dimana seorang individu
menolong orang lain karena pernah ditolong sebelumnya.
b) Eksosentris
Eksosentris adalah sumber untuk memperhatikan lingkungan
eksternal yaitu membuat kondisi lebih baik dan menolong orang lain dari kondisi
buruk yang dialami. Orang yang melakukan tindakan menolong karena mengetahui
atau merasakan kebutuhan, keinginan, dan penderitaan orang lain. Hal ini
dijelaskan oleh Piliavin & Piliavin bahwa tindakan menolong terjadi karena
:
1) Adanya pengamatan terhadap
kebutuhan atau penderitaan orang lain.
2) Adanya pengamatan terhadap
penderitaan yang dirasakan oleh orang lain, sehingga menimbulkan motivasai
untuk menguranginya
Menurut Derlega & Grzelak tingkah laku
prososial bisa terjadi karena adanya penderitaan yang dialami oleh orang lain,
pertolongan yang diberikan tidak mengharapkan reward eksternal. Selain
itu prilaku prososial bisa terjadi karena adanya interpedensi situasi, misalnya
seorang suami yang menolong istri di dapur.
Pada dasarnya tingkah laku prososial terjadi karena
adanya saling ketergantungan antara si penolong dengan orang yang ditolong.
C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAH LAKU PROSOSIAL
Tingkah laku prososial dipandang sebagai tingkah
laku yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan, melalui hal ini manusia
menjalankan fungsi kehidupan sebagai penolong dan yang ditolong.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
tingkah laku prososial antara lain :
a) Orang Tua
Hubungan
antara remaja dengan orang tua menjadi faktor penentu utama dalam keberhasilan
remaja berperilaku prososial ketika berinteraksi di lingkungan sosial yang
lebih luas. Keluarga yang merupakan kelompok primer bagi remaja, memiliki peran penting dalam
pembentukan dan arahan perilaku remaja.
Hal-hal yang diperoleh dari lingkungan keluarga akan menentukan cara-cara
remaja dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sosial di luar keluarga. Menurut Ahmadi (1988) keluarga merupakan lingkungan
sosial pertama dalam kehidupan remaja. Remaja belajar memperhatikan
keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerjasama, dan menyatakan dirinya
sebagai makhluk sosial.
Cara
bertingkah laku, dan sikap orang tua dalam keluarga akan mempengaruhi suasana
interaksi keluarga dan dapat mengakibatkan ciri-ciri tertentu pada perkembangan
kepribadian remaja, orang tua adalah pemegang peranan penting dalam pembentukan
akhlak dan budi pekerti putra putrinya. Hal tersebut karena waktu yang dimiliki
remaja 75% dihasilkan di lingkungan keluarga. Mengingat orang tua merupakan
faktor penting dalam pembentukan pribadi remaja maka cara yang digunakan dalam
mengasuh dan membimbing remaja tergantung pada sikap, pribadi dan kemampuan
yang dimiliki oleh orang tua remaja tersebut.
b) Guru
Selain orang tua, sekolah juga mempunyai pengaru
yang sangat besar terhadap perkembangan tingkah laku prososial. Di sekolah guru dapt melatih dan mengarahkan
tingkah laku prososial anak dengan menggunakan teknik yang efektif.
Misalnya
guru dapat menggunakan teknik bermain peran, teknik ini melatih anak
mempelajari situasi dimana tingkah laku menolong di peroleh dan bagaimana
melaksanakan tindakan menolong tersebut.
Teknik
bermain peran mengembangkan sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain dan
menambah kemampuan role taking dan empati. Di sekolah guru mempunyai kesempatan
mengarahkan anak dengan menganalisis cerita dalam bahasan yang berbeda.
c) Teman sebaya
Teman
sebaya mempunyai pengaruh terhadap perkembangan tingkah laku prososial
khususnya pada masa remaja. Ketika usia remaja kelompok ssial menjadi sumber
utama dalam perolehan informasi, teman sebaya dapat memudahkan perkembangan
tingkah laku prososial melalui penguatan, pemodelan dan pengarahan.
d) Televisi
Selain
sebagai hiburan, televisi merupakan sebagai agen sosial yang penting. Melalui
penggunaan muatan prososial, televisi dapat mempengaruhi pemirsa. Dengan melihat
program televisi anak juga dapat mempelajari tingkah laku yang tepat dalam
situasi tertentu, televisi tidak hanya mengajarkan anak untuk mempertimbangkan
berbagai alternatif tindakan tapi juga anak juga bisa mengerti dengan kebutuhan
orang lain, membentuk tingkah laku prososial dan memudahkan perkembangan
empati.
e) Moral Dan Agama
Perkembangan
tingkah laku prososial juga berkaitan erat dengan aturan agama dan moral. Menurut
Sears dkk (1992) menyatakan bahwa aturan agama dan moral kebanyakan masyarakat menekankan
kewajiban menolong.
Pentingnya lingkungan terletak pada kontinuitas dan kompleksitas stimulasi
sosial dan kognisi yang dihadapkan pada anak. Untuk tercapainya situasi yang
seperti ini, diperlukan lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial yang
memadai dan mampu menumbuhkan struktur kognitif individu.
Menurut Staub (1978) terdapat beberapa faktor
yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu:
1. Self-gain
Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu.
2. Personal values and norms
Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasi oleh individu
selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut
berkaitan dengan tindakan prososial.
3.
Empathy
Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang
lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitanya dengan pengambilalihan peran.
Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan
untuk melakukan pengambilan peran.
Ada beberapa faktor personal maupun situasional
yang menetukan tindakan prososial. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
kemungkinan terjadinya perilaku prososial, yaitu:
1) karakteristik situasional, seperti situasi
yang kabur atau samar-samar dan jumlah orang yang melihat kejadian.
2) karakteristik orang yang melihat kejadian
seperti usia, gender, ras, kemampuan untuk menolong.
3) karakteristik korban seperti jenis kelamin, ras,
daya tarik.
Dengan demikian beberapa faktor yang termasuk
dalam faktor situasional yaitu:
a.
Kehadiran Orang Lain
Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Latane kemudian Darley dan Latane
(1969) menunjukkan hasil bahwa orang yang melihat kejadian darurat akan lebih suka
memberikan pertolongan apabila mereka sendirian daripada bersama orang lain.
Sebab dalam situasi kebersamaan, seseorang akan mengalami kekaburan tanggung
jawab.
b.
Pengorbanan yang harus
dikeluarkan
Meskipun calon penolong
tidak mengalami kekaburan tanggung jawab, tetapi bila pengorbanan (misalnya;
uang, tenaga, waktu, resiko terluka fisik) diantisipasikan terlalu banyak, maka
kecil kemungkinan baginya untuk bertindak prososial. Biasanya seseorang akan membandingkan antara
besarnya pengorbanan jika ia menolong dengan besarnya pengorbanan jika ia tidak
menolong. Jika pengorbanan untuk menolong rendah, sedangkan jika pengorbanan
jika tidak menolong tinggi, tindak pertolongan secara langsung akan terjadi.
Jika pengorbanan untuk menolong tinggi dan pengorbanan jika tidak menolong
rendah, ia mungkin akan menghindari atau meninggalkan situasi darurat itu. Jika
keduanya relatif sama tinggi kemungkinan ia akan melakukan pertolongan secara
tidak langsung, atau mungkin akan melakukan interpretasi ulang secara kognitif
terhadap situasi tersebut. Demikian pula sebaliknya jika keduanya, baik
pengorbanan untuk menolong atau pun tidak menolong diinterpretasikan sama
rendahnya, ia akan menolong atau tidak tergantung norma-norma yang dipersepsi
dalam situasi itu.
c. Pengalaman dan Suasana Hati.
Seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada orang lain, bila
sebelumnya mengalami kesuksesan atau hadiah dengan menolong. Sedang pengalaman
gagal akan menguranginya. Demikian pula orang yang mengalami suasana hati yang
gembira akan lebih suka gembira. Sedangkan dalam suasana hati yang sedih, orang
akan kurang suka memberikan pertolongan.
d. Kejelasan Stimulus
Semakin jelas stimulus dari situasi darurat, akan
meningkatkan kesiapan calon penolong untuk bereaksi. Sebaliknya situasi darurat
yang sifatnya samar-samar akan membingungkan dirinya dan membuatnya ragu-ragu,
sehingga ada kemungkinan besar ia akan mengurungkan niatnya untuk memberikan
pertolongan.
e.
Adanya Norma - Norma Sosial.
Norma sosial yang berkaitan dengan tindakan
prososial adalah resipprokal (timbal balik) dan norma tanggung jawan
sosial, artinya seseorang cenderung memberikan bantuan kepada mereka yang
pernah memberikan bantuan kepadanya sehingga dengan ini dapat dipertahankan
adanya keseimbangan dalam hubungan interpersonal. Biasanya didalam masyarakat
berlaku pula norma bahwa kita harus menolong orang yang membutuhkan pertolongan.
Masing-masing orang memiliki tanggung jawab sosial untuk menolong mereka yang
lemah.
f.
Hubungan Antara Calon Penolong Dengan Si Korban
Makin jelas dan dekat hubungan antara calon penolong dengan calon penerima
bantuan akan memberi dorongan yang cukup besar pada diri calon penolong untuk
lebih cepat dan bersedia terlibat secara mendalam dalam melakukan tindakan
pertolongan. Kedekatan hubungna ini dapat terjadi karena adanya pertalian
keluarga, kesamaan latar belakang atau ras.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU PROSOSIAL
Tingkah laku prososial selalu berkembang sesuai perkembangan manusia, ada 6
tahapan perkembangan tingkah laku prososial yaitu :
a.
Compliance
& Concret, Defined Reinforcement
Pada tahap ini individu melakukan tingkah laku menolong karena perintah yang
disertai oleh reward. Pada tahap ini remaja mempunyai perspektif egosentris
yaitu mereka tidak menyadari bahwa orang lain mempunyai pikiran dan perasaan
yang berbeda dengan mereka, selain itu tingkah laku prososial pada tahap ini
terjadi karna adanya reward dan punishment yang konkrit.
b.
Compliance
Pada tahap ini individu melakukan tindakan menolong karena patuh pada
perintah dari orang yang berkuasa. Tindakan menolong pada tahp ini dimotivasi
oleh kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan dan menghindari hukuman.
c.
Internal
Initiative & Concret Reward
Pada tahap ini individu menolong karena tergantung pada reward yang akan di
terima, tindakan prososial dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan
keuntungan atau hadiah
d.
Nominative Behavior
Pada tahap ini individu melakukan tindakan prososial untuk memenuhi tuntutan
masyarakat. Individu mengetahui berbagai tingkah lakuyang sesuai dengan norma
masyarakat. Dalam tahap ini individu mampu memahami kebutuhan orang lain dan
merasa simpati dengan penderitaan yang dialami, tindakan prososial dilakukan
karna adanya norma sosial yang meliputi : norma memberi dan norma tanggung
jawab sosial.
e.
Generalized
Reciprocity
Pada tahap ini seseorang melakukan tindakan menolong karna adanya
kepercayaan apabila suatu saat ia membutuhkan bantuan maka ia akan
mendapatkannya, harapan reward pada tahap ini non konkret yang susah
dijelaskan.
f.
Altruistic
Behavior
Pada tahap ini seseorang melakukan tindakan menolong secara sukarela yang
bertujuan untuk menolong dan menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan
imbalan, tindakan prososial dilakukan karena plihan individu sendiri yang
didasarkan pada prinsip moral.
Pada tahap ini individu sudah mulai dapat menilai kebutuhan orang lain dan
tidak mengharapkan hubungan timbal balik untuk tindakannya.
B. ASPEK - ASPEK PROSOSIAL
Untuk melakukan pengukuran terhadap perilaku prososial
dapat dilihat melalui aspek aspek perilaku prososial. Menurut Mussen (1989:
360) aspek-aspek perilaku prososial adalah sebagai berikut:
a. Berbagi, yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam
suasana suka maupun duka. Hal ini dilakukan apabila penerima menunjukkan
kesukaan sebelum ada tindakan melalui dukungan verbal dan fisik
b. Menolong, yaitu kesediaan memberikan bantuan kepada orang lain baik
materiil maupun moril. Menolong meliputi membantu orang lain, memberitahu,
menawarkan bantuan pada orang lain, atau melakukan sesuatu yang menunjang
berlangsungnya kegiatan orang lain.
c. Memberi, yaitu kesedian untuk berderma, membantu secara sukarela sebagian
barang miliknya kepada orang yang membutuhkan.
d. Kerjasama, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi
tercapainya suatu tujuan.
Menurut Hoffman (dalam Goleman, 1997: 148), menyatakan
bahwa pada akhir masa kanak-kanak, tingkat empati paling akhir muncul ketika
anak-anak sudah sanggup memahami kesulitan yang ada dibalik situasi yang tampak
dan menyadari bahwa situasi atau status seseorang dalam kehidupan dapat menjadi
sumber beban stres kronis. Pada tahap ini, mereka dapat merasakan kesengsaraan
suatu golongan, misalnya kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang terkucil dari
masyarakat.
C. IMPLIKASI PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU SOSIAL DENGAN KONSELING
Beberapa
strategi yang dapat digunakan oleh guru pembimbing dalam upaya membantu peserta
didik dalam memperoleh tingkah laku interpersonal yang efektif :
1) Mengajarkan keterampilan sosial dan strategi
pemecahan msalah sosial
2) Menggunakan strategi pembelajaran ynag kooperatif
3) Meningkatkan kesadaran siswa terhadap efektifitas
keterampilan sosial dengan mencerminkan keterampilan sosial tersebut.
4) Mengajak siswa untuk memikirkan dampak dari prilaku
yang mereka miliki
Dalam hal implikasi perkembangan tingkah laku prososial
terhadap konseling ini juga dapat dikaitkan dengan fungsi-fungsi konseling,
selain itu konselor atau guru pembimbing juga dapat bekerjasama dengan pihak
terkait.
Sikap prososial, selayaknya dapat dimiliki oleh setiap kalangan masyarakat.
Sehingga, akan tercipta masyarakata yang damai, sejahtera, dan aman serta
memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi.
Adapun karakteristik kepribadian yang dapar mendorong tingkah laku
prososial, yakni:
1. Empati. Individu yang menolong memiliki rasa empati yang lebih tinggi
daripada mereka yang tidak menolong.
2. Komponen Kognitif
3. Kebutuhan untuk Disetujui
4. Kepercayaan Interpersonal. Individu yang memiliki kepercayaan interpersonal
yang tinggi akan terlibat dalam lebih banyak tingkah laku prososial daripada
individu yang tidak mempercayai orang lain.
5. Emosi yang Positif
6. Sosialibilitas dan Keramahan
7. Tidak Agresif
8. Percaya akan Dunia yang Adil. Individu yang menolong mempersepsikan dunia
sebagai tempat yang adil dan percaya bahwa tingkah laku yang baik diberi
imbalan (reward) dan tingkah laku yang buruk diberi hukuman (punishment).
9. Tanggung Jawab Sosial. Individu yang menolong mengekspresikan kepercayaan
bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk
menolong orang yang membutuhkan.
10. Locus Of Control Internal. Kepercayaan individual dimana individu dapat
memilih untuk bertingkah laku dalam cara yang memaksimalkan hasil akhir yang
baik dan meminimalkan yang buruk. Orang yang menolong mempunyai locus of
control internal yang tinggi.
11. Tidak Adanya Egosentris. Individu yang menolong memiliki sifat egosentris
yang rendah.
12. Generativitas atau Komitmen pada Diri Sendiri
13. Bukan Machiavellian, dimana individu tidak merujuk pada orang-orang yang
dikarakteristikan oleh ketidakpercayaan, sinisme, egosentris, dan kecendrungan
untuk memanipulasi orang lain. Orang yang Machiavellianism ini cendrung untuk
tidak dapat menunjukkan perilaku prososial.
14. Kesediaan untuk Bertindak.
Namun, sering kali kita menemui beberapa perilaku yang berkaitan dengan
menolong orang lain. Terdapat faktor-faktor tambahan yang juga memiliki
pengaruh pada kemungkinan menolong atau tidak, yaitu:
1. Menolong Orang yang Disukai. Segala hal faktor yang dapat meningkatkan
ketertarikan kepada korban akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respon
prososial apabila individu tersebut memutuhkan pertolongan.
2. Atribusi Menyangkut Tanggung Jawab Korban. Pertolongan tidak diberikan
secara otomatis ketika seseorang mengasumsikan bahwa “kejadian tersebut akibat
kesalahan korban sendiri”, terutama jika penolong yang potensial cenderung
mengasumsikan bahwa kebanyakan kesialan dapat dikontrol. Jika demikian, masalah
dipersepsikan sebagai kesalahan korban.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkah laku
prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan, yang ditujukan
bagi kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik dan psikis
orang lain menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan atas
dasar sukarela tanpa mengharapkan reward eksternal.
Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2
bagian yaitu: Endosentris dan Eksosentris. Pada
dasarnya tingkah laku prososial terjadi karena adanya saling ketergantungan
antara si penolong dengan orang yang ditolong.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
tingkah laku prososial antara lain : Orang Tua, Guru, Teman sebaya, Televisi, Moral dan Agama
Menurut Staub (1978) terdapat beberapa faktor
yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu: Self-gain, Personal values and norms, dan Empathy.
Tingkah laku prososial selalu berkembang sesuai perkembangan manusia, ada 6
tahapan perkembangan tingkah laku prososial yaitu : Compliance &
Concret, Defined Reinforcement, Compliance, Internal
Initiative & Concret Reward, Generalized Reciprocity, dan Altruistic Behavior.
Untuk melakukan pengukuran terhadap perilaku prososial
dapat dilihat melalui aspek aspek perilaku prososial. Menurut Mussen (1989:
360) aspek-aspek perilaku prososial adalah sebagai berikut: Berbagi, Menolong, Memberi,
dan Kerjasama.
Beberapa
strategi yang dapat digunakan oleh guru pembimbing dalam upaya membantu peserta
didik dalam memperoleh tingkah laku interpersonal yang efektif :
1.
Mengajarkan
keterampilan sosial dan strategi pemecahan masalah sosial
2. Menggunakan strategi pembelajaran ynag kooperatif
3. Meningkatkan kesadaran siswa terhadap efektifitas
keterampilan sosial dengan mencerminkan keterampilan sosial tersebut.
4.
Mengajak
siswa untuk memikirkan dampak dari prilaku yang mereka miliki.
Adapun karakteristik kepribadian yang dapar mendorong tingkah laku
prososial, yakni: Empati, Komponen Kognitif, Kebutuhan untuk Disetujui,
Kepercayaan Interpersonal, Emosi yang Positif, Sosialibilitas dan Keramahan, Tidak
Agresif, Percaya akan Dunia yang Adil, Tanggung Jawab Sosial, Locus Of Control
Internal, Tidak Adanya Egosentris, Generativitas atau Komitmen pada Diri
Sendiri, Bukan Machiavellian, dan Kesediaan untuk Bertindak.
B. SARAN
Sebagai calon
guru BK, kita perlu mengetahui tentang pentingnya penanaman sikap maupun
perilaku prososial kepada siswa kita nantinya. Sehingga, ketika kita telah
menjadi guru BK kelak, kita sudah dapat memberiksan pelayanan kepada siswa
terkait dengan perilaku prososial ini.
Kepada orang
tua, perlu mengajarkan kepada anak – anaknya tentang pentingnya penanaman moral
terkait dengan perilau prososial ini. Sehingga, Ia dapat menjadi anggota
masyarakat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sjarkawi. 2008. Pembentukan
kepribadian anak, peran moral, intelektual, emosional, dan sosial sebagai wujud
integritas membanguin jati diri. Jakarta: Bumi Aksara
L, Zulkifli. 2006. Psikologi
perkembangan. Bandung: Rosdakarya
Desmita. 2010. Psikologi
Perkembangan. Bandung
: PT
Remaja Rosdakarya.
Yahya, Azizi bin, dkk. 2004. Psikologi Sosial Alam Remaja. Johor: PTS Professional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar