Kamis, 04 Agustus 2016

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU BK/KONSELOR

Kelompok 3
Nama:
Yusuf Sasokonegoro   1300001005
Laili Ni’amah              1300001034
Dwi Nurahman           1300001059
Winwin Rohyani         1300001051
Amalia Resti P.           1300001065
Bela Apriliana             1300001073
Anas Choirul Islam     1300001074
                                                               
KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU BK/KONSELOR
Kompetensi dapat dipahami sebagai kecakapan atau kemampuan. Menurut Rusman (2010: 70), kompetensi merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan. Menurut Mohamad Surya (2013: 249), kepribadian merupakan keseluruhan prilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan seseorang dalam interaksi dengan lingkungan diberbagai situasi dan kondisi.
Menurut Syah (2005:205) Kepribadian pada prinsipnya adalah kesatuan  atau susunan antara aspek mental, seperti pikiran, perasaan, dan aspek perilaku yang merupakan perbuatan nyata, aspek-aspek ini berhubungan satu dengan lainnya secara fungsional dalam individu sehingga bertingkah laku secara tetap dan khas.

Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh untuk membuktikan hal ini  beberapa tokoh konseling mengadakan penelitian demiikian juga tokoh-tokoh praktisi di bidang ini.
Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal klien, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling. Membangun hubungan konseling (konseling relationship) merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun klien, tidak memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling.
Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dikuasai guru Bimbingan dan Konseling/Konselor mencakup 4 (empat) ranah kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Pada pembahasan kali ini, hanya akan dibahas tentang kompetensi kepribadian konselor. Adapaun kompetensi kepribadian konselor adalah sebagai berikut:
1.      Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meliputi:
a.       Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha. Ciri ini hendaknya tampil dalam perilaku keseharian seorang konselor, dalam memperlakukan klien dan dalam pengambilan keputusan ketika merancang pendekatan yang akan dipergunakan.
b.      Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain.
c.       Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Karakteristik ini memberikan gambaran bahwa konselor dituntut untuk selalu bertindak dan berperilaku sesuai nilai, norma, dan moral yang berlaku. Ciri ini hendaknya tercermin pada diri konselor dalam perilaku kesehariannya maupun dalam segala tindakan konseling.
2.      Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih.
Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, meliputi:
a.       Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk (spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi). Konselor hendaknya memandang klien bukan sebagai makhluk yang dapat diperlakukan semena-mena sesuai rasa senang konselor (dianggap mainan). Konselor hendaknya memandang klien sebagai makhluk yang hidup dalam lingkaran dan suasana moral yang berlaku, sehingga keputusan konseling tidak hanya didasarkan pada pemikiran rasional semata-mata. Karakteristik ini juga memiliki makna bahwa seorang konselor hendaknya memperlakukan klien sebagai individu normal yang sedang berkembang mencapai tingkat tugas perkembangannya dengan segala kekuatan dan kelemahannya yang hidup dalam suatau lingkungan masyarakat.
b.      Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya
c.       Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya.
d.      Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya. Karakteristik ini menunjuk pada suatu perlakuan konselor terhadap klien dengan didasarkan pada anggapan bahwa klien sama dengan dirinya sendiri sebagai makhluk yang mempunyai harkat dan martabat mulia. Klien memiliki hak asasi yang harus dihargai dan tidak boleh diabaikan dalam perlakuan-perlakuan konselor kepadanya.
e.       Toleran terhadap permasalahan konseli.
f.       Mampu bersikap demokratis. konselor tidak boleh membeda-bedakan perlakuan kepada klien. Hendaknya klien diperlakukan sama dan sederajat, baik dengan konselor maupun dengan klien lainnya.

Sementara itu, ABKIN (Asosiasi Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia) merumuskan bahwa salah satu komponen standar kompetensi yang harus dijiwai dan dimiliki oleh konselor adalah mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi:
1.    Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2.    Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat;
3.    Memiliki kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional;
4.    Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat tugas dan secara eksternal antarprofesi; dan
5.    Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
Cara lain untuk meningkatkan kualitas pribadi dalam rangka mencapai citra konselor ideal adalah dengan pelatihan disiplin diri yang lebih berorientasi spiritual-religius, yakni membenahi kehidupan pribadi sesuai tuntutan agama (syari’at). Salah satu bentuknya adalah mengintesifkan dan meningkatkan kualitas ibadah, misalnya dalam hal dzikir dan shalat. Ultimate goalnya, agar ungkapan the spirit of the man behind the system dapat dtingkatkan menjadi the divine guidance in the spirit of the man behind the system. Artinya, dengan meningkatkan kedekatan kepada Allah (spiritual) sang Konselor akan mendapat bimbingan-Nya dalam membimbing para kliennya.

Di samping ciri-ciri kepribadian yang dipaparkan diatas, terdapat beberapa ciri atau karakteristik konselor yang lebih khusus. Ciri-ciri penting tersebut dikemukakan antara lain oleh Corey (1977: 234-235) sebagai beerikut:
a.       Memiliki cara-cara sendiri.
b.      Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri.
c.       Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri.
d.      Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar.
e.       Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan orang  lain.
f.       Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidak menentuan.
g.      Memiliki identitas diri .
h.      Mempunyai rasa empati yang tidak posesif.
i.        Hidup. Artinya pilihan mereka berorientasi pada kehidupan.
j.        Otentik, nyata, sejalan, jujur dan bijak.
k.      Memberi dan menerima kasih sayang.
l.        Hidup pada masa kini.
m.    Dapat berbuat salah dan mengakui kesalahan.
n.      Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan.



DAFTAR PUSTAKA
Wilis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori Dan Praktek. Bandung : Alfabetha.
Payong, Marselus R. 2011. Sertifikasi Profesi Guru : Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya. Jakarta: Indeks
Surya, Mohammad. 2013. Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi. Bandung : Alfabeta.
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Siti Fitriana. Peran Pendidikan Profesi Guru Bk/ Konselor dalam Meningkatkan Kompetensi Konselor Di Indonesia 
Muskinul Fuad. 2009. Kualitas Pribadi Konselor: Urgensi dan Pengembangannya.
Purwanti. 2013. Guru dan Kompetensi Kepribadian.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun  2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi  Konselor.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar