BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
UJIAN NASIONAL
267 SEKOLAH, 100 PERSEN SISWANYA TAK LULUS
JAKARTA, KOMPAS
– Sebanyak 267 SMA/MA/SMK yang terdiri atas 51 sekolah negeri dan 216 sekolah
swasta, 100 persen siswanya tidak lulus Ujian Nasional 2010. Jumlah siswa yang
tak lulus dan harus mengikuti UN ulang itu mencapai 7.648 orang. UN 2010
diikuti 16.467 SMA/MA/SMK diseluruh Tanah Air.
Sebaliknya,
terdapat 5.795 sekolah (35,17 persen) yang semua siswanya (418.855) lulus. “
Data – data ini menunjukkan tidak ada pilih kasih antara sekolah negeri dan
swasta. Semua sama.” Kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam jumpa
pers Mengevaluasi UN 2010, Selasa (27/4) Jakarta.
Analisis hasil
ujian nasional (UN) menunjukkan sebagian besar sekolah yang tingkat
ketidaklulusannya 100 persen itu adalah sekolah dengan jumlah siswa paling
banyak 181 siswa, yakni SMA Negeri Atinggola, Gorontalo.
Untuk menangani
sekolah – sekolah dengan tingkt ketidaklulusan 100 persen, ungkap Nuh, akan ada
intervensi kebijakan setelah diketahui titik masalah yang menjadi kelemahan
sekolah tersebut sekolah tersebut.
“Kami akan
melihat kondisi dan kualitas guru, serta fasilitasnya. Kami akan petakan.
Masing – masing sekolah akan ditangani berbeda – beda karena masalahnya juga
berbeda – beda. “ Kata Nuh.
Pemerintah
tidak akan memberi sanksi kepada 267 sekolah itu, tetapi akan dibantu untuk
diperkuat karena kemmapuannya yang terbatas. Namun, untuk mengantisipasi
meningkatnya jumlah siswa tidak lulus UN pada tahun depan, pemerintah akan
memperketat aturan atau ketentuan pendirian sekolah baru.
“ Sekolah yang
sudah ada akan diperkuat. Jangan bereksperimen dengan mendirikan sekolah baru
dan tambah murid karena bisa – bisa nanti tambah banyak jumlah siswa yang harus
mengulang UN, “ kata Nuh.
Bobotnya Sama Besar
Di Bandung,
Jawa Barat, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fsali Djalal menegaskan, hasil UN
susulan sama bobotnya dengan UN tahap pertama. Oleh karena itu, siswa tidak
perlu berkecil hati dan bersedih bila harus mengikuti UN susulan.
“Saya jamin tidak
ada pembedaan antara lulusan UN dengan lulusan UN susulan. Bobot keduanya sama
besar,” Ujar Fasli Djalal.
Oleh karena
itu, fasli mengharapkan sekolah, guru, dan keluarga memfasilitasi UN susulan
ini agar berjalan dengan baik, diantaranya membantu siswa mempersiapkan diri
menghadapi UN ulang pada 10-14 Mei. Khusus pada pihak sekolah, Fasli
mengharapkan mereka proaktif mencari informasi di Dinas Pendidikan setempat
tentang pelaksanaan UN susulan.
Psikolog
Universitas Airlangga Surabaya, Duta Nurdibyanandaru, mengatakan bahwa para
murid yang tidak lulus UN harus diberi motivasi agar tidak gugup dalam
mengikuti UN susulan.
“Mereka tidak
dipersiapkan gagal. Karena itu, ketika gagal, wajar jika mereka mengalami
guncangan, “ ujarnya.
Orangtua tidak
selayaknya menyalahkan. Sebaliknya, kehadiran teman – teman yang lulus dan
dorongan keluarga sangat membantu memulihkan semangat dan motivasi mereka.
Sumber : Kompas, 25 April 2010.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan:
1.
Apa pengertian
Prokrastinasi?
2.
Apa pengertian
prokrastinasi akademik?
3.
Apa saja ciri –
ciri prokrastinasi akademik?
4.
Apa saja faktor
yang mempengaruhi prokrastinasi?
5.
Mengapa
prokrastinasi akademik dapat menjadi salah satu penyebab siswa tidak lulus
Ujian Nasional?
6.
Mengapa
motivasi berprestasi menjadi salah satu upaya mencegah prokrastinasi pada
siswa?
7.
Bagaimana
penerapan layanan Bimbingan dan Konseling terhadap prokrastinator?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian Prokrastinasi.
2.
Untuk
mengetahui pengertian prokrastinasi akademik.
3.
Untuk
mengetahui ciri – ciri prokrastinasi akademik.
4.
Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi prokrastinasi.
5.
Untuk
mengetahui pengaruh prokrastinasi akademik yang dapat menjadi salah satu
penyebab siswa tidak lulus Ujian Nasional.
6.
Untuk
mengetahui pentingnya motivasi berprestasi sebagai salah satu upaya mencegah
prokrastinasi pada siswa.
7.
Untuk
mengetahui layanan Bimbingan dan Konseling yang dapat diberikan terhadap
prokrastinator.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PROKRASTINASI
Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan “pro” yang
berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti
keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi “menangguhkan” atau “menunda
sampai hari berikutnya”.
Pada akhirnya, penundaan atau penghindaran tugas yang kemudian
disebut prokrastinasi tidak selalu diartikan sama dalam perspektif budaya dan
bahasa manusia. Misalnya, pada bangsa Mesir Kuno mengartikan prokrastinasi
menjadi dua arti, yaitu menunjukkan suatu kebiasaan yang berguna untuk
menghindari kerja yang penting dan usaha yang implusif. Juga menunjukkan suatu
arti kebiasaan yang berbahaya akibat kemalasan dalam menyelesaikan suatu tugas
yang penting untuk nafkah hidup, seperti mengerjakan lading ketika waktu
menanam sudah tiba. Jadi pada abad lalu, prokrastinasi bermakna positif bisa
menunda sebagai upaya konstruktif untuk menghindari keputusan implusif, tanpa pemikiran
yang matang, dan bermakna negatif bila dilakukan karena malas atau tanpa tujuan
yang pasti.
Pada kalangan ilmuwan, istilah prokrastinasi digunakan untuk
menunjukkan suatu kecenderungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau
pekerjaan. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Brown dan Holzman.
Prokrastinasi
adalah kecenderungan untuk menunda dalam memulai, melaksanakan dan mengakhiri
suatu aktivitas. Istilah prokrastinasi
ini pertama kali dicetuskan oleh Brown&Holtzman pada tahun 1967
(Ferrari,dkk,1995). Istilah ini berakar dari bahasa latin “procrastinare’
yang berarti menunda sampai hari selanjutnya.
Milgram
(1991) menyebutkan bahwa prokrastinasi
dilakukan semata-mata untuk melengkapi tugas secara optimal. Namun penundaan
itu tidak membuat tugas lebih baik, hal itu mengarah pada penundaan yang tidak
berguna. Mengapa seseorang dapat menjadi prokrastinator (sebutan untuk pelaku
prokrastinasi)?. Ferrari,dkk (1995) menyebutkan bahwa menurut pandangan teori Reinforcement
menyatakan bahwa prokrastinator tidak pernah atau jarang menerima hukuman. Bahkan ia merasa diuntungkan karena dengan
menunda pengerjaan suatu tugas toh pada akhirnya selesai juga. Sedangkan teori cognitive
behavioral menjelaskan bahwa perilaku menunda akibat dari kesalahan dalam
berpikir dan adanya pikiran-pikiran yang irasional terhadap tugas seperti takut
gagal dalam penyelesaian suatu tugas (Ellis&Knaus, 1977;
Solomon&Rothblum,1984).
Menurut
Salomon dan Rothbloum dalam Journal of Counseling Psychology, prokrastinasi
adalah suatu kecenderungan menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja
secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga
kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta
sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan.
Seseorang
dikatakan melakukan prokrastinasi apabila ia menunjukkan ciri-ciri antara lain
takut gagal, impulsif, perfeksionis, pasif dan menunda-menunda sehingga
melebihi tenggat waktu (Ellis&Knaus, 1977; Birner, 1994).
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah penundaan yang dilakukan secara
sengaja dan berulang-ulang untuk memulai maupun menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan bidang akademik dan memilih untuk melakukan aktivitas lain
yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas.
B. PENGERTIAN PROKRASTINASI AKADEMIK
Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang
terjadi di lingkungan akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi
indikasi kurangnya motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang
untuk tampil optimal seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga
tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu.
Globalisasi akan menciptakan lingkungan yang penuh
persaingan. Kondisi tersebut potensial untuk menjadi sumber tekanan (stressor)
bagi siswa sehingga dapat mengakibatkan stres (Fontana,1993).
Akibat buruk stres adalah meningkatnya kelelahan (fatigue)
hingga mengakibatkan ketidakmampuan. Kondisi lelah (fatigue)
mengakibatkan turunnya produktifitas dalam belajar maupun aktifitas pribadi
(Friedberg, 1960). Seseorang juga dapat kehilangan motivasi dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari karena banyaknya stressor yang diterima. Kondisi ini
rentan untuk membuat siswa melakukan prokrastinasi akademik yang ditandai
dengan kelambanan, keterlambatan menghadiri kuliah, terlambat dalam
menyelesaikan tugas hingga menunda belajar untuk ujian (Rizvi dkk,1997)
sehingga tidak mungkin membuat waktu studinya lebih lama. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dan
stres dengan perilaku prokrastinasi.
Prokrastinasi akademik merupakan prokrastinasi yang
berkaitan dengan unsur-unsur tugas dalam area akademik. Solomon&Rothblum
(1984) menyatakan terdapat 6 area akademik yaitu tugas mengarang (membuat paper),
belajar dalam menghadapi ujian, membaca buku penunjang, tugas-tugas
administratif penunjang prose belajar ,menghadiri pertemuan dan kinerja
akademik secara keseluruhan.
C.
CIRI –
CIRI PROKRASTINASI AKADEMIK
Ferrari dkk. (1995) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku
penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator
tertentu yang dapat diukur dan diamati cirri-ciri tertentu. Berikut ini adalah
keterangannya.
1.
Penundaan untuk
memulai dan menyelesaikan tugas
Penundaan untuk memulai maupun
menyelesaikan tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu
bahwa tugas yang dihadapi harus segera diselesaikan. Akan tetapi, dia
menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk mengerjakan
sebelumnya.
2.
Keterlambatan
dalam mengerjakan tugas
Orang yang melakukan prokrastinasi
memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya
dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang procrastinator menghabiskan waktu yang
dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan. Selain itu, juga
melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa
memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan
tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara
memadai. Keterlambatan, dalam arti lambannya kerja seseorang melakukan suatu
tugas dapat menjadi cirri yang utama dalam prokrastinasi akademik.
3.
Kesenjangan
waktu antara rencana dan kinerja actual
Seorang prokrastinator mempunyai
kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan sebelumnya. Seorang procrastinator sering mrngalami keterlambatan
dalam memenuhi deadline yang telah
ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah merencanakan mulai
mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri. Akan tetapi,
ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sehingga menyebabkan keterlambatan ataupun kegagalan untuk
menyelesaikan tugas secara memadai.
4.
Melakukan
aktivitas yang lebih menyenangkan
Melakukan aktivitas lain yang lebih
menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang
procrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Akan tetapi,
menggunakan waktu yang dia miliki untu melakukan aktivitas lain yang dipandang
lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (Koran, majalah,
atau buku cerita lainnya), nonton, ngbrol, jalan, mendengarkan music dan
sebagainya sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang
harus diselesaikannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri prokrastinasi akademik
adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang
dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara
rencana dan kinerja, actual dan melakukan aktivitas lain yang lebih
menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROKRASTINASI
Berdasarkan beberapa kajian literatur antara lain Ferrari,dkk
(1995), Rizvi,dkk (1997), Bruno (1998) dan Wulan (2000) dapat disimpulkan bahwa
dua faktor utama yang mempengaruhi prokrastinasi yaitu faktor internal dan
eksternal.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu
yang turut membentuk perilaku prokrastinasi yang meliputi faktor fisik dan
psikologis. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu dapat
berupa tugas yang banyak (overloaded tasks) yang menuntut penyelesaian yang
hampir bersamaan (Bruno,1998). Hal ini akan diperparah apabila lingkungan
kondusif dalam membentuk prokrastinasi (Rizvi,dkk, 1997).
Setiap orang yang melakukan prokrastinasi memiliki alasan yang
berbeda-beda dari takut untuk mengalami kegagalan hingga memang karena malas
saja. Faktor internal memang memiliki
potensi yang lebih besar untuk memunculkan prokrastinasi, namun jika terjadi
interaksi antara faktor internal dan eksternal maka prokrastinasi yang terjadi
akan semakin buruk (Ervinawati,1999).
Stell (Wyk, 2004) mengemukakan empat teori prokrastinasi, yaitu; 1)
anxiety, fear of failure, perfectionism, 2) self handicapping, 4)
rebelliousness, dan discounted expectancy theory. Menurut
teori anxiety, fear of failure, perfectionism, seseorang melakukan prokrastinasi terhadap
tugas karena takut dan stress. Konsekuensinya adalah seseorang yang rentan terhadap stress cenderung mengalami
proktrastinasi. Terdapat sejumlah kondisi yang menyebabkan seseorang cemas, di
antaranya adalah keyakinan tak rasional, seperti takut gagal dan selalu ingin
kesempurnaan. Menurut teori ‘self handicapping’, seseorang mengalami
prokrastinasi ketika menempatkan hambatan sebagai penghalang dari kinerja
terbaik. Motivasi ‘self handicapping’ adalah untuk mempertahankan harga
diri dengan mencari alasan-alasan ekternal.
Menurut literatur klinis, penentangan (rebelliousness),
permusuhan (hostility) dan ketikdaksetujuan (disagreeableness)
merupakan motivasi utama untuk prokrastinasi. Seseorang orang yang memiliki ciri kepribadian seperti
ini memandang bahwa tuntutan eksternal merupakan sesuatu yang mengancam
sehingga perlu dijauhi. Berdasarkan ‘discounted expectancy theory’,
seseorang akan melakukan terlebih dahulu sesuatu yang lebih menyenangkan atau
tujuan yang lebih dekat. Konsekuensinya
seseorang cenderung prokrastinasi terhadap tugas-tugas yang sulit.
Menurut Wyk (2004) terdapat tiga karakteristik prokrastinasi yaitu:
1) vocious cycles, 2) unrealistic sense of time, 3) dependence of
inspiration. Lingkaran setan, artinya prokrastinasi merupakan sebuah siklus
yang diawali oleh penolakan terhadap
tugas karena alasan malu atau mengkritik diri, kemudian menyebabkan pekerjaan
terlantar yang akhirnya juga meningkatkan rasa malu, dan umpan balik negatif
terhadap pekerjaan juga akhirnya meningkatkan penundaan. Pandangan yang
tidak realistic terhadap waktu, hasil studi menunjukkan bahwa para
procrastinator memandang waktu secara berlebihan atau mengabaikan waktu
sehingga rencana yang dibuat sering tidak realistis. Mengandalkan inspirasi,
para procrastinator sering berpikir ‘tommorow I will be in better mood’.
Terdapat dua kesalahan dari pikiran semacam ini, yaitu seseorang akan dapat
bekerja dengan baik kalau sudah terinspirasi dan kalau dikerjakan besok akan
lebih terinspirasi.
Knaus (1993) mengemukakan sembilan faktor yang menyebabkan
seseorang mengalami prokrastinasi, yaitu: 1) manajemen waktu yang buruk. 2)
kesulitan konsentrasi, (3) takut dan cemas, 4) keyakinan tak rasional, 5)
masalah pribadi, 6) kejenuhan, 7) harapan tak realistis dan perfeksionis,
dan 8) takut gagal.
Perilaku prokrastinasi akademik juga
muncul pada kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus
tertentu bisa menjadi reinforcement bagi prokrastinasi. Kondisi yang lenient
atau rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan
prokrastinasi akademik. Kognitif dan kognitif behavioral; prokrastinasi
terjadi karena adanya keyakinan tak rasional yang dimiliki seseorang. Keyakinan
tak rasional disebabkan oleh kesalahan mempersepsi tugas akademik, misalnya
sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan (aversiveness of the task
dan fear of failure). Fear of
failure adalah ketakutan yang berlebihan untuk gagal dan seseorang
menunda-nunda mengerjakan tugas akademik karena takut gagal menyelesaikannya
sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif terhadap kemampuannya.
Ferrari (1995) mengemukakan bahwa seseorang melakukan prokrastinasi untuk
menghindari informasi diagnostik terhadap kemampuannya sehingga orang tidak mau
dikatakan mempunyai kemampuan yang rendah atau kurang.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
PROKRASTINASI
AKADEMIK DAPAT MENJADI SALAH SATU PENYEBAB SISWA TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL
Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan.
Peterson (Gufron, 2003) mengemukakan bahwa seseorang dapat melakukan
prokrastinasi pada hal tertentu saja atau pada semua hal, sedangkan jenis-jenis
tugas yang ditunda oleh prokrastinator, yaitu pembuatan keputusan, tugas rumah
tangga, aktivitas akademik, pekerjaan kantor dan sebagainya.
Prokastinasi akademik merupakan prokastinasi situasional yang
berhubungan dengan tugas akademik (Harris & Sutton, 1983). Solomon &
Rothblum (1986) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai: 1) hampir selalu
atau selalu menunda tugas akademik, dan 2) hampir selalu atau selalu mengalami
pengalaman kecemasan dengan tugas akademik. Lay, Knish, dan Zannata (1992)
mengemukakan perilaku khusus yang berkontribusi terhadap prokrastinasi siswa
yaitu kurang latihan atau persiapan, kurangnya usaha, dan tidak sesuainya
adegan kinerja, khususnya dalam persiapan. Perilaku lain yang berkontribusi
terhadap prokrastinasi adalah sabotase diri atau ‘self- handicapping’
yaitu memilih untuk mengerjakan tugas
namun kemudian malah menyebabkan menunda mengerjakan tugas.
Solomon & Rothblum (1984) mengemukakan beberapa faktor yang
berkorelasi dengan prokrastinasi akademik, yaitu manajemen waktu yang buruk,
lokus kendali diri, perfeksionis, takut gagal, dan menghindari tugas. Ferari
(Rizvi, 1997) mengemukakan etiologi prokrastinsasi ke dalam tiga kategori,
yaitu: 1) takut gagal, 2) tidak menyukai tugas, dan 3) faktor lain. Beberapa
faktor lain tersebut antara lain sifat ketergantungan pada orang lain dan
banyak membutuhkan bantuan, pengambilankeputusan dengan resiko berlebihan,
sikap kurang tegas, sikap memberontak,
dan kesukaran dalam memilih keputusan.
Dari literature yang ada, konsekuensi prorakstinasi akademik antara
lain: prestasi rendah (Burka & Yuan, 1983; Ferarri et al. 1995; Knaus,
1998; Tice Baumeister, 1997), tingginya tingkat ketidakhadiran (Semb, Glick
& Spencer, 1979; Solomon & Rothblum, 1986), rendahnya kehadiran dan
putussekolah (Knaus, 1998). Namun, prokrastinasi akademik tidak selalu
melahirkan konsekuensi seperti ini.
Sebagai contoh, Pychyl, Morin, dan Salmon (2000) menemukan tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam indeks prestasi belajar antara siswa yang mengalami
prokrastinasi dan tidak.
Siswa yang mengikuti Ujian Nasional tentu mengalami stres, cemas,
dan rasa takut yang justru membuat mereka semakin tertekan. Hal ini dapat
memicu prokrastinasi pada siswa tersebut. Kurangnya motivasi dari orang – orang
sekitar dapat memicu munculnya prokrastinasi pada siswa. Saat sedang menghadapi
Ujian Nasional, siswa perlu mendapat dukungan moril yang nantiny adapat
menunjang keberhasilan mereka.
Bagi siswa yang gagal dalam Ujian Nasional, penyebabnya memang
bermacam – macam. Namun, kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu sebelum
pelaksanaan Ujian Nasional dengan main, atau mencari hiburan. Tujuannya, tentu
untuk menghilangkan stress. Hal inilah yang nantinya akan memunculkan perilaku
prokrastinasi. Kegagalan yang mereka alami karena kurangnya persiapan, mulai
dari kurangnya waktu untuk belajar, karena ketidakmampuan dalam membagi waktu
dengan baik.
Siswa yang sedang mengahadapi Ujian Nasional harus pintar – pintar
membagi waktu, terutama untuk belajar. Apabila mereka tidak mampu melakukan
manajemen waktu dengan baik, selalu menunda – nunda waktu belajar ataupun
mengerjakan tugas terkait UN, maka mereka sendiri yang akan mengalami stres dan
selalu merasa kurang siap untuk menghadapi UN. Sehingga, hasil yang mereka raih
tidak akan maksimal.
B. MOTIVASI BERPRESTASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA
MENCEGAH PROKRASTINASI PADA SISWA
Woolfolk (1995) mendefiniskan motivasi sebagai suatu kondisi
internal yang membangkitkan (energizing),
mengarahkan (directing) dan menjaga (maintaning) perilaku.
Istilah-istilah yang biada digunakan dan memiliki konotasi yang sama dengan
motivasi adalah kebutuhan, keinginan, harapan dan motif (Neale,1990).
Hersy&Blanchard (1988) menyebutkan bahwa motif sendiri sebenarnya merupakan
kebutuhan (need), dorongan atau impuls sedangkan motivasi adalah kemauan
untuk berbuat sesuatu (dalam Satrijono, 1993). Kemauan tersebut dilandasi
adanya kebutuhan atau dorongan tertentu, sehingga motivasi sebenarnya merupakan
penampakan dari motif-motif dari dalam diri seseorang.
Mengenai motivasi berpreastasi, McClelland (1987) mengartikan sebagai motif yang mendorong
individu untuk meraih sukses dan bertujuan untuk meraih hasil dengan standar
tertentu. Sedangkan Keith&Nastron (1989) mendefiniskan motivasi berprestasi
sebagai dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatasi hambatan dalam
mencapai tujuan, sehingga individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
menunjukkan usaha yang lebih besar dan ulet. Dalam arti kata lain, motivasi
berprestasi merupakan dorongan individu untuk meraih sukses dengan standar
tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk
mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Menurut McClelland (1987) orang yang memiliki motivasi berprestasi
menunjukkan ciri-ciri seperti : suka bekerja keras, ulet, membutuhkan umpan
balik secara nyata, berorientasi masa depan, tidak suka membuang waktu,
optimis, bertanggung jawab dan memperhitungkan resiko. Dengan demikian motivasi
berprestasi adalah dorongan yang menggerakkan individu untuk meraih sukses
dengan standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan
mampu untuk mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Motivasi berprestasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk
mencapai kesuksesan. Hal tersebut ditandai dengan perjuangan yang gigih dari
individu untuk meraih tujuannya (Woolfolk,1995). Kegigihan tersebut memunculkan
sikap untuk bisa menjaga kualitas kerja yang tinggi, ulet (McClelland,1987).
Hal ini berlawanan dengan kinerja yang ditampilkan oleh prokrastinator yang
seringkali mengabaikan, ceroboh atau sengaja membelot
(Solomon&Rothblum,1984).
Davis&Nastron (1989) menyatakan bahwa individu yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi memiliki karakter suka bekerja keras seperti ulet,
pantang menyerah dan ingin menyelesaikan tugas dalam waktu singkat, selain itu
individu berorientasi pada tujuannya,sehingga ia tidak akan membiarkan dirinya
melakukan sesuatu yang tidak berguna.
Menurut Heckhausen, orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
tidak suka membuang waktu dengan cara mengalihkan pelaksanaan tugas dengan
hal-hal yang tidak berguna (dalam hidayat,1995). Prokrastinator akan mudah
tergoda untuk mengalihkan pembuatan tugas yang rumit dengan aktifitas yang
menyenangkan akan tetapi tidak berguna.
Selain motivasi berprestasi, ada beberapa tips yang lebih umum
digunakan untuk mencegah terjadinya prokrastinasi. Adapun tips – tipsnya adalah
sebagai berikut:
Pertama, memotivasi diri sendiri dengan menentukan tujuan (passion).
Buatlah tujuan yang ingin diraih atau dituju. Misalnya ingin lulus sekolah
dengan nilai yang tinggi, ingin mendapatkan predikat sebagai siswa berprestasi,
dan lain sebagainya yang memotivasi supaya tidak melakukan prokrastinasi.
Kedua, menentukan sendiri target waktu penyelesaian tugas. Buatlah deadline
sendiri mengenai penyesaian tugas. Misalnya dua hari setelah pemberian tugas
oleh guru. Berusahalah untuk semaksimal mungkin memenuhi deadline yang
dibuat.
Ketiga, mengusahakan untuk menyediakan waktu khusus setiap hari
untuk mengerjakan tugas secara konsisten. Jika terlalu sibuk oleh kegiatan
non-akademik, misal mengikuti organisasi atau ekstrakurikuler, maka usahakanlah
untuk menyediakan waktu khusus guna mengerjakan tugas setiap hari. Misalnya
menggunakan waktu selama satu jam setelah bangun tidur. Lakukan hal ini dengan
konsisten.
Keempat, mematikan koneksi internet saat mengerjakan tugas. Terlalu
asyik ber-chatting ria melalui sosial media seperti facebook, yahoo messenger,
twitter, atau bermain game online menjadi alasan penundaan tugas yang paling
sering dilontarkan siswa. Oleh karena itu, selama pengerjaan tugas, ada baiknya
koneksi internet dimatikan lebih dahulu.
Kelima, yakin atas kemampuan diri sendiri dan hasil tugas yang
dikerjakan. Banyak kasus siswa merasa tidak yakin atas kemampuannya dalam
mengerjakan tugas. Sehingga muncul kecenderungan untuk menunggu teman yang lain
mengerjakan dahulu, atau mengandalkan ‘the power of kepepet’. Karena itu
yakinlah dengan kemampuan sendiri untuk mengerjakan tugas. Tidak perlu menunggu
teman yang lain mengerjakan lebih dahulu.
Keenam, menempelkan kata-kata motivasi untuk mengerjakan tugas di
tempat yang sering dilihat seperti di laptop, pintu kamar, helm, dan
tempat-tempat strategis lain yang muda dilihat mata.
Ketujuh, Memberikan reward bagi diri sendiri jika berhasil
menyelesaikan tugas sesuai dengan target, dan memberikan punishment
jika gagal. Tidak ada salahnya
menjanjikan hadiah bagi diri sendiri bila berhasil mengalahkan prokrastinasi.
Misalnya berjanji akan membeli coklat bila berhasil menyelesaikan tugas tepat
waktu. Tetapi jangan ragu juga memberikan hukuman pada diri sendiri jika gagal.
Misalnya tidak bermain game online selama satu minggu.
Dengan menerapkan motivasi akademik maupun tips – tips tersebut,
diharapkan siswa akan lebih mampu mengatur waktu dan prokrastinasi pun dapat
terhindar. Motivasi diri menjadi hal yang penting bagi siswa, untuk menghindari
atau minimal mengurangi tingkat prokrastinasi yang selama ini mungkin sudah
muncul dalam keseharian siswa. Motivasi dari orang – orang terdekat juga
diperlukan bagi siswa, misalnya orang tua yang tak lupa mengingatkan dan
mendukung mereka supaya lebih giat dalam belajar, maupun teman sebaya yang mau
mengajak atau pun mengingatkan untuk belajar.
C. LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP
PROKRASTINATOR
Prokrastinasi akademik bukan semata-mata masalah manajemen waktu.
Intervensi klinis dengan pendekatan kognitif-perilaku telah banyak digunakan untuk mengintervensi
prokrastinasi akademik. Terapi kognitif-perilaku merupakan derivatif model ABC dari distress emosional yang memandang bahwa
keyakinan (belief) terhadap suatu peristiwa lah yang menentukan emosi dan
perilaku individu daripada peristiwa itu sendiri. Oleh karena itu, tujuan utama
terapi kognitif perilaku adalah meningkatkan kesadaran individu terhadap
keyakinan irasional menjadi keyakinan yang lebih akurat, adaptif, dan berbasis
realitas. Hasilnya adalah berkurangnya simplifikasi berpikiran secara
berlebihan, harapan tidak realistik, dan toleransi terhadap frustrasi.
Pendekatan lain terhadap prokrastinasi adalah manajemen waktu
dengan menggunakan strategi regulasi
diri dan monitoring diri. Sebagai contoh, Boice (1996) mengemukakan sepuluh
prinsip dasar efikasi diri untuk membantu procrastinator, yaitu: 1) bersikap
tenang dan sabar sebelum menulis, 2) sebelum merasa siap menulis, kumpulkan
informasi, susun dan buat kerangka
gagasan, 3) rinci tugas ke dalam
aktivitas harian, 4) berhenti dan lakukan istirahat ketika diperlukan,
5) seimbangkan antara kerangka gagasan dengan kerja actual, 6) cermati pikiran
dan kebiasaan negatif selama mengerjakan tugas, 7) kelola emosi selama bekerja
dengan cara menghindari sikap tergesa-gesa dan supervisial, 8) hindari
melibatkan emosi yang terlalu berlebihan dalam pekerjaan, 9) ijinkan orang lain
mengkritisi hasil pekerjaan, dan 10) hindari upaya menghamburkan energi,
seperti bekerja sampai kelelahan dan tidak toleran terhadap kritik.
Dalam konteks pendekatan kognitif-perilaku, Burka dan Yuen (1983)
mengemukakan beberapa strategi manajemen waktu untuk membantu prokrastinator. Beberapa strategi tersebut adalah:
1) kerjakan tugas yang hasilnya dapat
diobservasi oleh orang lain
2)
rinci tugas utama ke dalam aktivitas spesifik, konkrit, dan terurai.
Burka dan Yuen (1983) juga mengemukakan beberapa saran untuk
mengatasi prokrastinasi, yaitu; 1) visualisasikan kemajuan, 2) optimalkan
potensi sukses, 3) tetapkan batas waktu penuntasan kerja, 4) mulailah bekerja
sebelum ‘feeling in the mood’, 5) hindari melakukan rasionalisasi, 5) fokuskan
satu kegiatan dalam satu waktu, 6) hadapi dengan hambatan awal dalam bekerja,
7) jika diperlukan bersikap lah
fleksibel terhadap tujuan, 8) kurangi kebutuhan akan kesempurnaan, dan
9) berikan penghargaan atas kemajuan yang dicapai.
Berbagai hasil penelitian menemukan aspek-aspek pada diri individu
yang mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan perilaku
prokrastinasi, antara lain rendahnya kontrol diri (self control) (Tuckman,
1991), self consciuous, rendahnya self esteem, self efficacy, dan
kecemasan sosial (Ferrari, et al.,1995).
Secara umum Self-control adalah suatu mekanisme yang dapat
membantu mengatur dan mengarahkan perilaku. Pengertian lain terkait self control adalah kemampuan individu
mengendalikan diri dalam menentukan prioritas yang telah dibuat dan mengarahkan
perilakunya ke arah yang positif dengan memperhatikan konsekuensi jangka
panjang terkait bidang akademik, Goldfried dan Marbaum (dalam Muhid, 2009).
Secara umum orang yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan
menggunakan waktu dengan tepat dan mengarah pada perilaku yang lebih utama.
Demikian juga yang terjadi pada seseorang yang memiliki kontrol diri yang
rendah maka ia tidak mampu mengatur dan mengarahkan perilakunya. Sehingga ia
akan mementingkan sesuatu yang lebih menyenangkan, sehingga banyak melakukan
prokrastinasi dalam meyelesaikan tugas.
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Istilah
prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination
dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan
akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi
“menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya”.
Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang
terjadi di lingkungan akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi
indikasi kurangnya motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang
untuk tampil optimal seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama
sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu.
cirri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai
maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam
mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja, actual dan
melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang
harus dikerjakan.
Siswa yang sedang mengahadapi Ujian Nasional harus pintar – pintar
membagi waktu, terutama untuk belajar.
Mengenai motivasi berpreastasi, McClelland (1987) mengartikan sebagai motif yang mendorong
individu untuk meraih sukses dan bertujuan untuk meraih hasil dengan standar
tertentu.
Pendekatan lain terhadap prokrastinasi adalah manajemen waktu
dengan menggunakan strategi regulasi
diri dan monitoring diri.
B.
SARAN
Sebagai calon guru BK, kita perlu mengetahui tentang pentingnya perilaku
prokrastinasi. Kelak, kita harus mampu membuat siswa juga menghindari perilaku
tersebut. karena dampak dari prokrastinasi sangatlah buruk dan akan mengganggu
masa depan siswa, bahkan orang – orang disekitarnya.
Kepada orang tua, perlu mengajarkan kepada anak – anaknya tentang
pentingnya manajemen waktu, sehingga anak akan lebih menghargai waktu dan
terhindar dari perilaku prokrastinasi, baik dibidang akademik, ataupun dalam
kehidupan sehari – hari. Sehingga, Ia dapat menjadi anggota masyarakat yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron, M Nur dan Rini Risnawita S. 2014. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta:
AR-Ruzz media.
Astuti, Dina. Gaul OK Belajar OK (Cerdas Gak Berarti Kuper). Depok:
Kawan Pustaka.
Spillane, James J. 2003. Time Managament, Pedoman Praktis
Pengelolaan Waktu. Yogyakarta: Kanisius
A, Mellysha Mugista. 2014. Self
Control Dengan Prokrastinasi Pada
Mahasiswa dalam Menyelesaikan Tugas Perkuliahan.
Rumiani. 2006. Prokrastinasi
Akademik Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi dan Stres Mahasiswa.
Ilfiandra. 2008. Penanganan
Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Menengah Atas: Konsep dan Aplikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar