Kamis, 04 Agustus 2016

PROKRASTINASI




BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

UJIAN NASIONAL
267 SEKOLAH, 100 PERSEN SISWANYA TAK LULUS
JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 267 SMA/MA/SMK yang terdiri atas 51 sekolah negeri dan 216 sekolah swasta, 100 persen siswanya tidak lulus Ujian Nasional 2010. Jumlah siswa yang tak lulus dan harus mengikuti UN ulang itu mencapai 7.648 orang. UN 2010 diikuti 16.467 SMA/MA/SMK diseluruh Tanah Air.

Sebaliknya, terdapat 5.795 sekolah (35,17 persen) yang semua siswanya (418.855) lulus. “ Data – data ini menunjukkan tidak ada pilih kasih antara sekolah negeri dan swasta. Semua sama.” Kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam jumpa pers Mengevaluasi UN 2010, Selasa (27/4) Jakarta.
Analisis hasil ujian nasional (UN) menunjukkan sebagian besar sekolah yang tingkat ketidaklulusannya 100 persen itu adalah sekolah dengan jumlah siswa paling banyak 181 siswa, yakni SMA Negeri Atinggola, Gorontalo.
Untuk menangani sekolah – sekolah dengan tingkt ketidaklulusan 100 persen, ungkap Nuh, akan ada intervensi kebijakan setelah diketahui titik masalah yang menjadi kelemahan sekolah tersebut sekolah tersebut.
“Kami akan melihat kondisi dan kualitas guru, serta fasilitasnya. Kami akan petakan. Masing – masing sekolah akan ditangani berbeda – beda karena masalahnya juga berbeda – beda. “ Kata Nuh.
Pemerintah tidak akan memberi sanksi kepada 267 sekolah itu, tetapi akan dibantu untuk diperkuat karena kemmapuannya yang terbatas. Namun, untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah siswa tidak lulus UN pada tahun depan, pemerintah akan memperketat aturan atau ketentuan pendirian sekolah baru.
“ Sekolah yang sudah ada akan diperkuat. Jangan bereksperimen dengan mendirikan sekolah baru dan tambah murid karena bisa – bisa nanti tambah banyak jumlah siswa yang harus mengulang UN, “ kata Nuh.
Bobotnya Sama Besar
Di Bandung, Jawa Barat, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fsali Djalal menegaskan, hasil UN susulan sama bobotnya dengan UN tahap pertama. Oleh karena itu, siswa tidak perlu berkecil hati dan bersedih bila harus mengikuti UN susulan.
“Saya jamin tidak ada pembedaan antara lulusan UN dengan lulusan UN susulan. Bobot keduanya sama besar,” Ujar Fasli Djalal.
Oleh karena itu, fasli mengharapkan sekolah, guru, dan keluarga memfasilitasi UN susulan ini agar berjalan dengan baik, diantaranya membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi UN ulang pada 10-14 Mei. Khusus pada pihak sekolah, Fasli mengharapkan mereka proaktif mencari informasi di Dinas Pendidikan setempat tentang pelaksanaan UN susulan.
Psikolog Universitas Airlangga Surabaya, Duta Nurdibyanandaru, mengatakan bahwa para murid yang tidak lulus UN harus diberi motivasi agar tidak gugup dalam mengikuti UN susulan.
“Mereka tidak dipersiapkan gagal. Karena itu, ketika gagal, wajar jika mereka mengalami guncangan, “ ujarnya.
Orangtua tidak selayaknya menyalahkan. Sebaliknya, kehadiran teman – teman yang lulus dan dorongan keluarga sangat membantu memulihkan semangat dan motivasi mereka.
Sumber : Kompas, 25 April 2010.

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan:
1.      Apa pengertian Prokrastinasi?
2.      Apa pengertian prokrastinasi akademik?
3.      Apa saja ciri – ciri prokrastinasi akademik?
4.      Apa saja faktor yang mempengaruhi prokrastinasi?
5.      Mengapa prokrastinasi akademik dapat menjadi salah satu penyebab siswa tidak lulus Ujian Nasional?
6.      Mengapa motivasi berprestasi menjadi salah satu upaya mencegah prokrastinasi pada siswa?
7.      Bagaimana penerapan layanan Bimbingan dan Konseling terhadap prokrastinator?

C.    TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian Prokrastinasi.
2.      Untuk mengetahui pengertian prokrastinasi akademik.
3.      Untuk mengetahui ciri – ciri prokrastinasi akademik.
4.      Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi prokrastinasi.
5.      Untuk mengetahui pengaruh prokrastinasi akademik yang dapat menjadi salah satu penyebab siswa tidak lulus Ujian Nasional.
6.      Untuk mengetahui pentingnya motivasi berprestasi sebagai salah satu upaya mencegah prokrastinasi pada siswa.
7.      Untuk mengetahui layanan Bimbingan dan Konseling yang dapat diberikan terhadap prokrastinator.



BAB II

LANDASAN TEORI

A.    PENGERTIAN PROKRASTINASI

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi “menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya”.
Pada akhirnya, penundaan atau penghindaran tugas yang kemudian disebut prokrastinasi tidak selalu diartikan sama dalam perspektif budaya dan bahasa manusia. Misalnya, pada bangsa Mesir Kuno mengartikan prokrastinasi menjadi dua arti, yaitu menunjukkan suatu kebiasaan yang berguna untuk menghindari kerja yang penting dan usaha yang implusif. Juga menunjukkan suatu arti kebiasaan yang berbahaya akibat kemalasan dalam menyelesaikan suatu tugas yang penting untuk nafkah hidup, seperti mengerjakan lading ketika waktu menanam sudah tiba. Jadi pada abad lalu, prokrastinasi bermakna positif bisa menunda sebagai upaya konstruktif untuk menghindari keputusan implusif, tanpa pemikiran yang matang, dan bermakna negatif bila dilakukan karena malas atau tanpa tujuan yang pasti.
Pada kalangan ilmuwan, istilah prokrastinasi digunakan untuk menunjukkan suatu kecenderungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Brown dan Holzman.
Prokrastinasi adalah kecenderungan untuk menunda dalam memulai, melaksanakan dan mengakhiri suatu aktivitas.  Istilah prokrastinasi ini pertama kali dicetuskan oleh Brown&Holtzman pada tahun 1967 (Ferrari,dkk,1995). Istilah ini berakar dari bahasa latin “procrastinare’ yang berarti menunda sampai hari selanjutnya.
Milgram (1991)  menyebutkan bahwa prokrastinasi dilakukan semata-mata untuk melengkapi tugas secara optimal. Namun penundaan itu tidak membuat tugas lebih baik, hal itu mengarah pada penundaan yang tidak berguna. Mengapa seseorang dapat menjadi prokrastinator (sebutan untuk pelaku prokrastinasi)?. Ferrari,dkk (1995) menyebutkan bahwa menurut pandangan teori Reinforcement menyatakan bahwa prokrastinator tidak pernah atau jarang menerima hukuman.  Bahkan ia merasa diuntungkan karena dengan menunda pengerjaan suatu tugas toh pada akhirnya selesai juga. Sedangkan teori cognitive behavioral menjelaskan bahwa perilaku menunda akibat dari kesalahan dalam berpikir dan adanya pikiran-pikiran yang irasional terhadap tugas seperti takut gagal dalam penyelesaian suatu tugas (Ellis&Knaus, 1977; Solomon&Rothblum,1984).
Menurut Salomon dan Rothbloum dalam Journal of Counseling Psychology, prokrastinasi adalah suatu kecenderungan menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan.
Seseorang dikatakan melakukan prokrastinasi apabila ia menunjukkan ciri-ciri antara lain takut gagal, impulsif, perfeksionis, pasif dan menunda-menunda sehingga melebihi tenggat waktu (Ellis&Knaus, 1977; Birner, 1994). 
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang untuk memulai maupun menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan bidang akademik dan memilih untuk melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas.

B.     PENGERTIAN PROKRASTINASI AKADEMIK

Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang terjadi di lingkungan akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi indikasi kurangnya motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang untuk tampil optimal seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu.
Globalisasi akan menciptakan lingkungan yang penuh persaingan. Kondisi tersebut potensial untuk menjadi sumber tekanan (stressor) bagi siswa sehingga dapat mengakibatkan stres (Fontana,1993).
Akibat buruk stres adalah meningkatnya kelelahan (fatigue) hingga mengakibatkan ketidakmampuan. Kondisi lelah (fatigue) mengakibatkan turunnya produktifitas dalam belajar maupun aktifitas pribadi (Friedberg, 1960). Seseorang juga dapat kehilangan motivasi dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari karena banyaknya stressor yang diterima. Kondisi ini rentan untuk membuat siswa melakukan prokrastinasi akademik yang ditandai dengan kelambanan, keterlambatan menghadiri kuliah, terlambat dalam menyelesaikan tugas hingga menunda belajar untuk ujian (Rizvi dkk,1997) sehingga tidak mungkin membuat waktu studinya lebih lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dan stres dengan perilaku prokrastinasi.
Prokrastinasi akademik merupakan prokrastinasi yang berkaitan dengan unsur-unsur tugas dalam area akademik. Solomon&Rothblum (1984) menyatakan terdapat 6 area akademik yaitu tugas mengarang (membuat paper), belajar dalam menghadapi ujian, membaca buku penunjang, tugas-tugas administratif penunjang prose belajar ,menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara keseluruhan.

C.    CIRI – CIRI PROKRASTINASI AKADEMIK

Ferrari dkk. (1995) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati cirri-ciri tertentu. Berikut ini adalah keterangannya.
1.      Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas
Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapi harus segera diselesaikan. Akan tetapi, dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk mengerjakan sebelumnya.
2.      Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang procrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan. Selain itu, juga melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Keterlambatan, dalam arti lambannya kerja seseorang melakukan suatu tugas dapat menjadi cirri yang utama dalam prokrastinasi akademik.
3.      Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja actual
Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang procrastinator sering mrngalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah merencanakan mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri. Akan tetapi, ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga menyebabkan keterlambatan ataupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.
4.      Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan
Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang procrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Akan tetapi, menggunakan waktu yang dia miliki untu melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (Koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, ngbrol, jalan, mendengarkan music dan sebagainya sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja, actual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

D.    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROKRASTINASI

Berdasarkan beberapa kajian literatur antara lain Ferrari,dkk (1995), Rizvi,dkk (1997), Bruno (1998) dan Wulan (2000) dapat disimpulkan bahwa dua faktor utama yang mempengaruhi prokrastinasi yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu yang turut membentuk perilaku prokrastinasi yang meliputi faktor fisik dan psikologis. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu dapat berupa tugas yang banyak (overloaded tasks) yang menuntut penyelesaian yang hampir bersamaan (Bruno,1998). Hal ini akan diperparah apabila lingkungan kondusif dalam membentuk prokrastinasi (Rizvi,dkk, 1997).
Setiap orang yang melakukan prokrastinasi memiliki alasan yang berbeda-beda dari takut untuk mengalami kegagalan hingga memang karena malas saja.  Faktor internal memang memiliki potensi yang lebih besar untuk memunculkan prokrastinasi, namun jika terjadi interaksi antara faktor internal dan eksternal maka prokrastinasi yang terjadi akan semakin buruk (Ervinawati,1999).
Stell (Wyk, 2004) mengemukakan empat teori prokrastinasi, yaitu; 1) anxiety, fear of failure, perfectionism, 2) self handicapping, 4) rebelliousness, dan discounted expectancy theory.  Menurut  teori    anxiety, fear of failure, perfectionism,  seseorang melakukan prokrastinasi terhadap tugas karena takut dan stress. Konsekuensinya adalah seseorang yang  rentan terhadap stress cenderung mengalami proktrastinasi. Terdapat sejumlah kondisi yang menyebabkan seseorang cemas, di antaranya adalah keyakinan tak rasional, seperti takut gagal dan selalu ingin kesempurnaan. Menurut teori ‘self handicapping’, seseorang mengalami prokrastinasi ketika menempatkan hambatan sebagai penghalang dari kinerja terbaik. Motivasi ‘self handicapping’ adalah untuk mempertahankan harga diri dengan mencari alasan-alasan ekternal.
Menurut literatur klinis, penentangan (rebelliousness), permusuhan (hostility) dan ketikdaksetujuan (disagreeableness) merupakan motivasi utama untuk prokrastinasi. Seseorang  orang yang memiliki ciri kepribadian seperti ini memandang bahwa tuntutan eksternal merupakan sesuatu yang mengancam sehingga perlu dijauhi. Berdasarkan ‘discounted expectancy theory’, seseorang akan melakukan terlebih dahulu sesuatu yang lebih menyenangkan atau tujuan yang lebih dekat. Konsekuensinya  seseorang cenderung prokrastinasi terhadap tugas-tugas yang sulit. 
Menurut Wyk (2004) terdapat tiga karakteristik prokrastinasi yaitu: 1) vocious cycles, 2) unrealistic sense of time, 3) dependence of inspiration. Lingkaran setan, artinya prokrastinasi merupakan sebuah siklus yang diawali oleh penolakan  terhadap tugas karena alasan malu atau mengkritik diri, kemudian menyebabkan pekerjaan terlantar yang akhirnya juga meningkatkan rasa malu, dan umpan balik negatif terhadap pekerjaan juga akhirnya meningkatkan penundaan. Pandangan yang tidak realistic terhadap waktu, hasil studi menunjukkan bahwa para procrastinator memandang waktu secara berlebihan atau mengabaikan waktu sehingga rencana yang dibuat sering tidak realistis. Mengandalkan inspirasi, para procrastinator sering berpikir ‘tommorow I will be in better mood’. Terdapat dua kesalahan dari pikiran semacam ini, yaitu seseorang akan dapat bekerja dengan baik kalau sudah terinspirasi dan kalau dikerjakan besok akan lebih terinspirasi.
Knaus (1993) mengemukakan sembilan faktor yang menyebabkan seseorang mengalami prokrastinasi, yaitu: 1) manajemen waktu yang buruk. 2) kesulitan konsentrasi, (3) takut dan cemas, 4) keyakinan tak rasional, 5) masalah pribadi, 6) kejenuhan, 7) harapan tak realistis dan perfeksionis, dan  8) takut gagal.
  Perilaku prokrastinasi akademik juga muncul pada kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi reinforcement bagi prokrastinasi. Kondisi yang lenient atau rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik. Kognitif dan kognitif behavioral; prokrastinasi terjadi karena adanya keyakinan tak rasional yang dimiliki seseorang. Keyakinan tak rasional disebabkan oleh kesalahan mempersepsi tugas akademik, misalnya sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan (aversiveness of the task dan fear of failure)Fear of failure adalah ketakutan yang berlebihan untuk gagal dan seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas akademik karena takut gagal menyelesaikannya sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif terhadap kemampuannya. Ferrari (1995) mengemukakan bahwa seseorang melakukan prokrastinasi untuk menghindari informasi diagnostik terhadap kemampuannya sehingga orang tidak mau dikatakan mempunyai kemampuan yang rendah atau kurang.




BAB III

PEMBAHASAN

A.    PROKRASTINASI AKADEMIK DAPAT MENJADI SALAH SATU PENYEBAB SISWA TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL

Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Peterson (Gufron, 2003) mengemukakan bahwa seseorang dapat melakukan prokrastinasi pada hal tertentu saja atau pada semua hal, sedangkan jenis-jenis tugas yang ditunda oleh prokrastinator, yaitu pembuatan keputusan, tugas rumah tangga, aktivitas akademik, pekerjaan kantor dan sebagainya.
Prokastinasi akademik merupakan prokastinasi situasional yang berhubungan dengan tugas akademik (Harris & Sutton, 1983). Solomon & Rothblum (1986) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai: 1) hampir selalu atau selalu menunda tugas akademik, dan 2) hampir selalu atau selalu mengalami pengalaman kecemasan dengan tugas akademik. Lay, Knish, dan Zannata (1992) mengemukakan perilaku khusus yang berkontribusi terhadap prokrastinasi siswa yaitu kurang latihan atau persiapan, kurangnya usaha, dan tidak sesuainya adegan kinerja, khususnya dalam persiapan. Perilaku lain yang berkontribusi terhadap prokrastinasi adalah sabotase diri atau ‘self- handicapping’ yaitu  memilih untuk mengerjakan tugas namun kemudian malah menyebabkan menunda mengerjakan tugas.
Solomon & Rothblum (1984) mengemukakan beberapa faktor yang berkorelasi dengan prokrastinasi akademik, yaitu manajemen waktu yang buruk, lokus kendali diri, perfeksionis, takut gagal, dan menghindari tugas. Ferari (Rizvi, 1997) mengemukakan etiologi prokrastinsasi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) takut gagal, 2) tidak menyukai tugas, dan 3) faktor lain. Beberapa faktor lain tersebut antara lain sifat ketergantungan pada orang lain dan banyak membutuhkan bantuan, pengambilankeputusan dengan resiko berlebihan, sikap  kurang tegas, sikap memberontak, dan kesukaran dalam memilih keputusan.
Dari literature yang ada, konsekuensi prorakstinasi akademik antara lain: prestasi rendah (Burka & Yuan, 1983; Ferarri et al. 1995; Knaus, 1998; Tice Baumeister, 1997), tingginya tingkat ketidakhadiran (Semb, Glick & Spencer, 1979; Solomon & Rothblum, 1986), rendahnya kehadiran dan putussekolah (Knaus, 1998). Namun, prokrastinasi akademik tidak selalu melahirkan konsekuensi seperti  ini. Sebagai contoh, Pychyl, Morin, dan Salmon (2000) menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam indeks prestasi belajar antara siswa yang mengalami prokrastinasi dan tidak.
Siswa yang mengikuti Ujian Nasional tentu mengalami stres, cemas, dan rasa takut yang justru membuat mereka semakin tertekan. Hal ini dapat memicu prokrastinasi pada siswa tersebut. Kurangnya motivasi dari orang – orang sekitar dapat memicu munculnya prokrastinasi pada siswa. Saat sedang menghadapi Ujian Nasional, siswa perlu mendapat dukungan moril yang nantiny adapat menunjang keberhasilan mereka.
Bagi siswa yang gagal dalam Ujian Nasional, penyebabnya memang bermacam – macam. Namun, kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu sebelum pelaksanaan Ujian Nasional dengan main, atau mencari hiburan. Tujuannya, tentu untuk menghilangkan stress. Hal inilah yang nantinya akan memunculkan perilaku prokrastinasi. Kegagalan yang mereka alami karena kurangnya persiapan, mulai dari kurangnya waktu untuk belajar, karena ketidakmampuan dalam membagi waktu dengan baik.
Siswa yang sedang mengahadapi Ujian Nasional harus pintar – pintar membagi waktu, terutama untuk belajar. Apabila mereka tidak mampu melakukan manajemen waktu dengan baik, selalu menunda – nunda waktu belajar ataupun mengerjakan tugas terkait UN, maka mereka sendiri yang akan mengalami stres dan selalu merasa kurang siap untuk menghadapi UN. Sehingga, hasil yang mereka raih tidak akan maksimal.

B.     MOTIVASI BERPRESTASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENCEGAH PROKRASTINASI PADA SISWA

Woolfolk (1995) mendefiniskan motivasi sebagai suatu kondisi internal  yang membangkitkan (energizing), mengarahkan (directing) dan menjaga (maintaning) perilaku. Istilah-istilah yang biada digunakan dan memiliki konotasi yang sama dengan motivasi adalah kebutuhan, keinginan, harapan dan motif (Neale,1990). Hersy&Blanchard (1988) menyebutkan bahwa motif sendiri sebenarnya merupakan kebutuhan (need), dorongan atau impuls sedangkan motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu (dalam Satrijono, 1993). Kemauan tersebut dilandasi adanya kebutuhan atau dorongan tertentu, sehingga motivasi sebenarnya merupakan penampakan dari motif-motif dari dalam diri seseorang.
Mengenai motivasi berpreastasi, McClelland (1987)  mengartikan sebagai motif yang mendorong individu untuk meraih sukses dan bertujuan untuk meraih hasil dengan standar tertentu. Sedangkan Keith&Nastron (1989) mendefiniskan motivasi berprestasi sebagai dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menunjukkan usaha yang lebih besar dan ulet. Dalam arti kata lain, motivasi berprestasi merupakan dorongan individu untuk meraih sukses dengan standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Menurut McClelland (1987) orang yang memiliki motivasi berprestasi menunjukkan ciri-ciri seperti : suka bekerja keras, ulet, membutuhkan umpan balik secara nyata, berorientasi masa depan, tidak suka membuang waktu, optimis, bertanggung jawab dan memperhitungkan resiko. Dengan demikian motivasi berprestasi adalah dorongan yang menggerakkan individu untuk meraih sukses dengan standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Motivasi berprestasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Hal tersebut ditandai dengan perjuangan yang gigih dari individu untuk meraih tujuannya (Woolfolk,1995). Kegigihan tersebut memunculkan sikap untuk bisa menjaga kualitas kerja yang tinggi, ulet (McClelland,1987). Hal ini berlawanan dengan kinerja yang ditampilkan oleh prokrastinator yang seringkali mengabaikan, ceroboh atau sengaja membelot (Solomon&Rothblum,1984).
Davis&Nastron (1989) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki karakter suka bekerja keras seperti ulet, pantang menyerah dan ingin menyelesaikan tugas dalam waktu singkat, selain itu individu berorientasi pada tujuannya,sehingga ia tidak akan membiarkan dirinya melakukan sesuatu yang tidak berguna.
Menurut Heckhausen, orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tidak suka membuang waktu dengan cara mengalihkan pelaksanaan tugas dengan hal-hal yang tidak berguna (dalam hidayat,1995). Prokrastinator akan mudah tergoda untuk mengalihkan pembuatan tugas yang rumit dengan aktifitas yang menyenangkan akan tetapi tidak berguna.
Selain motivasi berprestasi, ada beberapa tips yang lebih umum digunakan untuk mencegah terjadinya prokrastinasi. Adapun tips – tipsnya adalah sebagai berikut:
Pertama, memotivasi diri sendiri dengan menentukan tujuan (passion). Buatlah tujuan yang ingin diraih atau dituju. Misalnya ingin lulus sekolah dengan nilai yang tinggi, ingin mendapatkan predikat sebagai siswa berprestasi, dan lain sebagainya yang memotivasi supaya tidak melakukan prokrastinasi.
Kedua, menentukan sendiri target waktu penyelesaian tugas. Buatlah deadline sendiri mengenai penyesaian tugas. Misalnya dua hari setelah pemberian tugas oleh guru. Berusahalah untuk semaksimal mungkin memenuhi deadline yang dibuat.
Ketiga, mengusahakan untuk menyediakan waktu khusus setiap hari untuk mengerjakan tugas secara konsisten. Jika terlalu sibuk oleh kegiatan non-akademik, misal mengikuti organisasi atau ekstrakurikuler, maka usahakanlah untuk menyediakan waktu khusus guna mengerjakan tugas setiap hari. Misalnya menggunakan waktu selama satu jam setelah bangun tidur. Lakukan hal ini dengan konsisten.
Keempat, mematikan koneksi internet saat mengerjakan tugas. Terlalu asyik ber-chatting ria melalui sosial media seperti facebook, yahoo messenger, twitter, atau bermain game online menjadi alasan penundaan tugas yang paling sering dilontarkan siswa. Oleh karena itu, selama pengerjaan tugas, ada baiknya koneksi internet dimatikan lebih dahulu.
Kelima, yakin atas kemampuan diri sendiri dan hasil tugas yang dikerjakan. Banyak kasus siswa merasa tidak yakin atas kemampuannya dalam mengerjakan tugas. Sehingga muncul kecenderungan untuk menunggu teman yang lain mengerjakan dahulu, atau mengandalkan ‘the power of kepepet’. Karena itu yakinlah dengan kemampuan sendiri untuk mengerjakan tugas. Tidak perlu menunggu teman yang lain mengerjakan lebih dahulu.
Keenam, menempelkan kata-kata motivasi untuk mengerjakan tugas di tempat yang sering dilihat seperti di laptop, pintu kamar, helm, dan tempat-tempat strategis lain yang muda dilihat mata.
Ketujuh, Memberikan reward bagi diri sendiri jika berhasil menyelesaikan tugas sesuai dengan target, dan memberikan punishment jika  gagal. Tidak ada salahnya menjanjikan hadiah bagi diri sendiri bila berhasil mengalahkan prokrastinasi. Misalnya berjanji akan membeli coklat bila berhasil menyelesaikan tugas tepat waktu. Tetapi jangan ragu juga memberikan hukuman pada diri sendiri jika gagal. Misalnya tidak bermain game online selama satu minggu.
Dengan menerapkan motivasi akademik maupun tips – tips tersebut, diharapkan siswa akan lebih mampu mengatur waktu dan prokrastinasi pun dapat terhindar. Motivasi diri menjadi hal yang penting bagi siswa, untuk menghindari atau minimal mengurangi tingkat prokrastinasi yang selama ini mungkin sudah muncul dalam keseharian siswa. Motivasi dari orang – orang terdekat juga diperlukan bagi siswa, misalnya orang tua yang tak lupa mengingatkan dan mendukung mereka supaya lebih giat dalam belajar, maupun teman sebaya yang mau mengajak atau pun mengingatkan untuk belajar.

C.    LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP PROKRASTINATOR

Prokrastinasi akademik bukan semata-mata masalah manajemen waktu. Intervensi klinis dengan pendekatan kognitif-perilaku  telah banyak digunakan untuk mengintervensi prokrastinasi akademik. Terapi kognitif-perilaku merupakan derivatif model ABC  dari distress emosional yang memandang bahwa keyakinan (belief) terhadap suatu peristiwa lah yang menentukan emosi dan perilaku individu daripada peristiwa itu sendiri. Oleh karena itu, tujuan utama terapi kognitif perilaku adalah meningkatkan kesadaran individu terhadap keyakinan irasional menjadi keyakinan yang lebih akurat, adaptif, dan berbasis realitas. Hasilnya adalah berkurangnya simplifikasi berpikiran secara berlebihan, harapan tidak realistik, dan toleransi terhadap frustrasi.
Pendekatan lain terhadap prokrastinasi adalah manajemen waktu dengan menggunakan strategi  regulasi diri dan monitoring diri. Sebagai contoh, Boice (1996) mengemukakan sepuluh prinsip dasar efikasi diri untuk membantu procrastinator, yaitu: 1) bersikap tenang dan sabar sebelum menulis, 2) sebelum merasa siap menulis, kumpulkan informasi, susun  dan buat kerangka gagasan, 3) rinci tugas ke dalam  aktivitas harian, 4) berhenti dan lakukan istirahat ketika diperlukan, 5) seimbangkan antara kerangka gagasan dengan kerja actual, 6) cermati pikiran dan kebiasaan negatif selama mengerjakan tugas, 7) kelola emosi selama bekerja dengan cara menghindari sikap tergesa-gesa dan supervisial, 8) hindari melibatkan emosi yang terlalu berlebihan dalam pekerjaan, 9) ijinkan orang lain mengkritisi hasil pekerjaan, dan 10) hindari upaya menghamburkan energi, seperti bekerja sampai kelelahan dan tidak toleran terhadap kritik. 
Dalam konteks pendekatan kognitif-perilaku, Burka dan Yuen (1983) mengemukakan beberapa strategi manajemen waktu untuk membantu  prokrastinator. Beberapa strategi tersebut adalah:
1)  kerjakan tugas yang hasilnya dapat diobservasi oleh orang lain
2) rinci tugas utama ke dalam aktivitas spesifik, konkrit, dan terurai.
Burka dan Yuen (1983) juga mengemukakan beberapa saran untuk mengatasi prokrastinasi, yaitu; 1) visualisasikan kemajuan, 2) optimalkan potensi sukses, 3) tetapkan batas waktu penuntasan kerja, 4) mulailah bekerja sebelum ‘feeling in the mood’, 5) hindari melakukan rasionalisasi, 5) fokuskan satu kegiatan dalam satu waktu, 6) hadapi dengan hambatan awal dalam bekerja, 7) jika diperlukan bersikap lah  fleksibel terhadap tujuan, 8) kurangi kebutuhan akan kesempurnaan, dan 9) berikan penghargaan atas kemajuan yang dicapai.
Berbagai hasil penelitian menemukan aspek-aspek pada diri individu yang mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan perilaku prokrastinasi, antara lain rendahnya kontrol diri (self control) (Tuckman, 1991), self consciuous, rendahnya self esteem, self efficacy, dan kecemasan sosial (Ferrari, et al.,1995).
Secara umum Self-control adalah suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku. Pengertian lain terkait  self control adalah kemampuan individu mengendalikan diri dalam menentukan prioritas yang telah dibuat dan mengarahkan perilakunya ke arah yang positif dengan memperhatikan konsekuensi jangka panjang terkait bidang akademik, Goldfried dan Marbaum (dalam Muhid, 2009).
Secara umum orang yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan menggunakan waktu dengan tepat dan mengarah pada perilaku yang lebih utama. Demikian juga yang terjadi pada seseorang yang memiliki kontrol diri yang rendah maka ia tidak mampu mengatur dan mengarahkan perilakunya. Sehingga ia akan mementingkan sesuatu yang lebih menyenangkan, sehingga banyak melakukan prokrastinasi dalam meyelesaikan tugas.

BAB IV

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi “menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya”.
Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang terjadi di lingkungan akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi indikasi kurangnya motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang untuk tampil optimal seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu.
cirri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja, actual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
Siswa yang sedang mengahadapi Ujian Nasional harus pintar – pintar membagi waktu, terutama untuk belajar.
Mengenai motivasi berpreastasi, McClelland (1987)  mengartikan sebagai motif yang mendorong individu untuk meraih sukses dan bertujuan untuk meraih hasil dengan standar tertentu.
Pendekatan lain terhadap prokrastinasi adalah manajemen waktu dengan menggunakan strategi  regulasi diri dan monitoring diri.

B.     SARAN

Sebagai calon guru BK, kita perlu mengetahui tentang pentingnya perilaku prokrastinasi. Kelak, kita harus mampu membuat siswa juga menghindari perilaku tersebut. karena dampak dari prokrastinasi sangatlah buruk dan akan mengganggu masa depan siswa, bahkan orang – orang disekitarnya.
Kepada orang tua, perlu mengajarkan kepada anak – anaknya tentang pentingnya manajemen waktu, sehingga anak akan lebih menghargai waktu dan terhindar dari perilaku prokrastinasi, baik dibidang akademik, ataupun dalam kehidupan sehari – hari. Sehingga, Ia dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.





DAFTAR PUSTAKA

Ghufron, M Nur dan Rini Risnawita S. 2014. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: AR-Ruzz media.
Astuti, Dina. Gaul OK Belajar OK (Cerdas Gak Berarti Kuper). Depok: Kawan Pustaka.
Spillane, James J. 2003. Time Managament, Pedoman Praktis Pengelolaan Waktu. Yogyakarta: Kanisius
A, Mellysha Mugista. 2014. Self Control Dengan Prokrastinasi  Pada Mahasiswa dalam Menyelesaikan Tugas Perkuliahan.
Rumiani. 2006. Prokrastinasi Akademik Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi dan Stres Mahasiswa.
Ilfiandra. 2008. Penanganan Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Menengah Atas: Konsep dan Aplikasi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar